Saturday, April 22, 2017

Persiapanku Liburan ke Eropa

[caption caption="Tentang Perjalanan |Foto: traveljhum.wordpress.com"][/caption]
Sejak terkahir kali aku ke Singapura tahun 2010, perjalanan terjauh yang pernah kulakukan sebatas antar pulau di Indonesia. Kok istilahnya jadi seperti layanan pesan antar ya, “antar pulau” hehehe ..

 Sebagian besar masyarakat tentu tahu bahwa melakukan perjalanan ke manca negara itu kalau dengan swa sembada tentu butuh banyak usaha: menabung, bekerja keras, atau lainnya. Sebagian lagi cukup beruntung bisa menjejakkan kaki di negara orang, melihat kehidupan yang mungkin jauh berbeda dari yang ada di tanah air – karena ada penugasan ke luar negeri. Nah, kali ini aku bisa merancang sebuah kunjungan bagi diri sendiri, bersenang-senang dengan biaya sendiri, dan cukup independen karena ini adalah perjalanan bebas sponsor dan penugasan dari siapa pun.

Tak terbayangkan melonjaknya perasaan ini -- aku super excited, akhirnya aku akan ke Perancis. Status: segera.

Ini persiapan terakhirku:
 Paspor - chek (valid masih sampai 2 tahun ke depan)
 Visa - check (Schengen Perancis)
 Tiket + asuransi perjalanan jangka panjang -- check
 Logistik - check (indomie segala rasa, bubur instan, srundeng, abon, bubuk cabe kumplit)
 Obat & PPPK: Rantin, diatab, balsem cap macan, minyak kayu putih, parasetamol, minyak sereh, obat tetes mata -- check
 Pakaian - check (jelang musim semi gak bawa banyak, pusing koper jadi berat – kalau perlu mengirit laundry ala side A/side B aja deh)
 Duit - check (sebagian bayar pakai Citibank CC aja, platinum card ini)
 Kamus Perancis-Inggris/ Inggris-Perancis --- check
Gawai (2 buah), power bank, kamera, USB flash disk --- check
 Tas besar kosong (buat cadangan nampung belanjaan di 'sana') -- check
 Alamat "contact person" dan nomor telp penting – check
Daftar titipan teman-teman --- check
 Cinderamata pernik-pernik buat yang perlu di sana
 Peta dan daftar tujuan utama – check
Ntar malam aku bisa bobo' cantik deh. Siap bertualang.
*) Susan Sontag adalah seorang penulis, sutradara film, guru, dan aktivis politik berkebangsaan Amerika. Karya besar pertamanya adalah sebuah essay berjudul "Notes on 'Camp'" (1964).

Selamat, Anda sudah sampai di kawasan ...
[caption caption="April Mop |Foto: m.infospesial.net"][/caption] 
Mohon maaf, para pembaca. Ini murni lelucon.

*) Tulisan ini sebagai arsip artikel Penulis, yang sebelumnya diunggah di blog Kompasiana.
Selengkapnya di Sini

Manfaat Penting Sarapan

Sarapan Itu Vital |Foto: Indria Salim
Kala kita bergegas pergi bekerja, atau bersekolah, atau mulai melakukan aktivitas pagi – ingatlah selalu untuk menyempatkan sarapan. Lebih praktis dan ringan, lebih baik. Ringan tidak berarti miskin gizi. Praktis itu adalah bila persiapan memasak atau penyediaannya tidak menyita waktu dan konsentrasi.
Nasi Pecel, sederhana dan bergizi |Foto Indria Salim
Sebagai orang Indonesia, tampaknya kita beruntung punya banyak pilihan dan fleksibilitas menu pagi. Secangkir teh hangat, atau kopi panas dengan setangkup roti mentega isi telur dadar, atau dua butir telur rebus sudah memadai, rasanya. Atau, seporsi sedang nasi goreng ayam dan telur, dan segelas air putih dengan irisan lemon juga cocok. Atau kalau sempat, sepiring nasi pecel sayuran lengkap dengan lauk pilihan (tahu, tempe, telur) – nah, itu baru sebagian contoh sekilas. 
Nasi Capcay, Sayuran dan Protein |@Indria Salim
Yang ingin diet jantung sehat ala gaya modern, cukup membuat semangkuk bubur oatmeal, bisa dipadu dengan potongan pisang yang harum dan manis rasanya. Cocok juga.
Sarapan khas Indonesia: Nasi Goreng |@Indria Salim
Jadi mengapa sarapan itu perlu? Melupakan sarapan akan membuat kita bahkan lapar berlebihan, lalu tanpa sadar cenderung ngemil berlebihan, di waktu yang belum tentu tepat karena mungkin saat kita justru harus fokus pada pekerjaan. Siangnya masih juga makan dengan kalap, lha kan belum makan sejak pagi? Lha ngemil itu apa? Ngemil itu bukan makan, tapi mulut komat-kamit mengunyah cemilan, mana puas?
Keleman khas daerah untuk sarapan |@Indria Salim
Sarapan teratur, memberi energi penuh dan juga rasa tenang saat bekerja atau beraktivitas. Tentu ini akan memengaruhi kinerja kita, karena kita akan lebih fokus, bisa membuat keputusan yang tepat dalam berkarya, dan mencegah perut berkeriyut keras di saat dan tempat yang tidak diinginkan. Kebayang malu kan kalau di tengah rapat serius, tiba-tiba terdengar bunyi “kukuruyuk” dan semua menoleh ke arah kita?
Sarapan lemper, lontong, kue pisang |@Indria Salim
Yang utama dan terutama, doa pagi mengucap syukur dan mohon bimbingan kepada Yang Maha Bijaksana, dan sekeping harapan dan tekad melakukan hal terbaik yang kita bisa, dan ini modal memulai langkah pagi. Tentu hal ini berlaku untuk kita yang jadwalnya seperti burung pekicau, bukan burung hantu. Burung pekicau akan melek pagi hari, bernyanyi menyeruak hening pagi, dan mulai mencari makanan dari satu pohon ke pohon lainnya. Cuits cuits cuits …
Sudah dulu, ya. Yuk kita cap cus. |@IndriaSalim


*) Tulisan ini sebagai arsip artikel Penulis, yang sebelumnya diunggah di blog Kompasiana.
Selengkapnya di Sini

Usai Gerimis -- Ini Cerpen Metropolitan

[caption caption="Usai Gerimis, Sore Merayap | Photo by Indria Salim"][/caption]
*[Meskipun berlabelkan puisi, tulisan ini adalah sebuah cerpen, tetapi kemungkinan ada eror dalam sistem penempatannya di pihak K.]*

“Selamat sore, Non. Mau ke mana?”
“Arah Blok M saja, Pak. Ambil rute Pacific Place, ya?”
“Siap.”

Lega rasanya menghamburkan tubuh penatku ke dalam taksi, setelah berdiri hampir setengah jam lamanya di trotoar yang hiruk pikuk tadi. Menunggu taksi adalah keniscayaan yang kuhadapi hampir setiap hari. Kalau beruntung, aku sebelumnya bisa menelpon armada taksi, atau bahkan langsung SMS ke salah satu supir taksi langganan.

Kubuka laptop yang beratnya lumayan membuat lenganku pegal bila menjinjingnya lebih dari 20 menit. Hari Jumat sore, gerimis pula! Cari taksi sulit. Mau pakai model pesan online, aku belum punya gawai untuk memasang aplikasi pemesanan taksi online yang sedang ngetren.  Padahal hari ini aku harus sampai di rumah sebelum pukul 7 malam. Ada yang berulang tahun di rumah, dan aku akan memberikan kejutan buatnya. Hanya ada dia, dan hanya untuk dia maka sekarang kubergegas pulang.

“Pak, kalau jalur kiri agak longgar, pindah saja ya. Pokoknya mana yang kosong, masuk saja. Itu jalur cepat malah mandeg,” sesekali kuingatkan Pak Supir.

Kulihat matanya merah, seperti menahan kantuk. Mungkin juga dia lelah. Mendadak kumerasa seakan duduk di kursinya, kursi yang sama setiap harinya dan kursi tempatnya dia harus berkonsentrasi mengendalikan setir mobilnya. Oh bukan mobilnya, ini mobil perusahaan tempatnya bekerja.

“Pulang kerja, Non?” Pak Supir melihatku dari kaca spion.
Aku kurang nyaman dilihatin dari kaca spion. Kulihat sepasang mata menatapku tajam. ‘Ah, mata merah dan lelah, kenapa aku harus takut?’ batinku geli sendiri.
“Jalan siang, Pak?”
“Saya, Non? Oh enggak, ini malah baru keluar dari pool. Tapi dari rumah memang kurang tidur, mungkin malah nggak tidur. Anak sedang sakit, isteri juga. Repot, Non.”
“Wah, tapi ini nggak bahaya, Pak kalau nyupir sehabis kurang tidur?”
“Sudah biasa, Non. Paling saya minum itu lho Non, minuman Krat**g Da*ng. Lumayan, saya bisa jalan tiap hari. Paling kalau sudah nggak nahan lagi kantuknya, saya minggir sebentar --- ya tidur!”
“Eee Pak, habis ini langsung aja ke arah Jalan Cikajang. Lalu lurus, belok kanan dikit. Nanti kalau sudah dekat, saya kasih tahu berhentinya.”
“Siap, Non.”
“Pak, di depan belok kanan dikit, terus kanan lagi, rumah ke 3 dari kiri berhenti, ya.”
“Nah, kalau gini enak, Non. Kadang saya pusing kalau penumpang nggak tahu jalan, tapi bawaannya suudzon. Kalau saya bilangin rutenya, dikiranya saya sengaja mau muter-muterin penumpang. Padahal saya penginnya menghindari jalan macet.”

 “Ya, orang beda-beda,” pungkasku.

Kututup laptop yang sedari tadi sia-sia menyala. Niat menyelesaikan naskah dokumen yang harus siap kirim besok, terpaksa tertunda dan menunggu nanti malam di rumah. Kusiapkan uang pas sejumlah yang tertera di argo taksi. Kusiapkan uang tips yang akan kuberikan terpisah, sekadar caraku berterima kasih pada Pak Supir.

“Pak, dikit lagi berhenti ya, ya ya di sini saja. Terima kasih, mudah-mudahan isteri dan anaknya lekas sehat kembali. Semoga hari ini laris dan banyak orderan, ya Pak.”

“Non, aduh terima kasih sekali,” nada suara Pak Supir sontak ringan seperti baru menyeruput kopi panas.
Di halaman, semua basah dan cerah. Gerimis membawa berkah, menandai momen hari ulang tahunnya.
‘Selamat ulang tahun, Sayang,’ batinku seperti merapal mantra surgawi. | @IndriaSalim



*) Tulisan ini sebagai arsip artikel Penulis, yang sebelumnya diunggah di blog Kompasiana. Selengkapnya di Sini